Inilah Rute Menapaki Tangga Alami Gunung Kinabalu, Malaysia
FOTO-FOTO guratan indah di area punggungan dan puncak Kinabalu masih terbayang dan memimpikannya untuk bisa ke sana suatu hari. Dan akhirnya kesampaian juga tahun ini. Seorang teman mengajak gabung trip dengan beberapa teman lainnya, agak dadakan, tapi tanpa pikir panjang, langsung saja saya iyakan.
Mumpung fisik masih cukup kuat, saatnya naik level, ke pendakian gunung di ketinggian lebih dari 4.000 mdpl. Toh masih dekat dengan Indonesia, mudah terjangkau dan tidak perlu penyesuaian terlalu lama masalah perbedaan suhu dan tekanan.
Paket yang ditawarkan seharga MYR 1.500 per orang untuk pendakian dan akomodasinya. Kalau dikurskan sekitar Rp. 4.5 juta. Cukup mahal sich untuk ukuran pendakian ke gunung, namun karena sistem di sana sudah dikelola dengan baik dan harga tersebut terbilang wajar ketika saya survey dengan operator lain, sehingga mengucurlah DP sebagai tanda jadi.
Gunung Kinabalu, 4,095 mdpl, terletak di Sabah, bagian Malaysia yang nempel dengan pulau Kalimantan. Merupakan gunung tertinggi di Pulau Kalimantan dan tertinggi kelima di Asia Tenggara. Biasanya setiap gunung menyimpan cerita dan misterinya sendiri. Menurut kepercayaan masyarakat Kadazan Sabah, nama "Kinabalu" berasal dari kata "Cina Balu" (balu = janda) yang artinya jandanya orang Cina.
Karena pengaruh bahasa setempat, pengucapan kata "cina" (chee-na) berubah menjadi "Kina" (kee-na). Konon ada seorang pangeran dari Cina yang kapalnya tenggelam dan terdampar di pulau Kalimantan. Dia diselamatkan oleh penduduk asli di desa terdekat dan diterima baik oleh warga. Sampai akhirnya mulai jatuh cinta dengan wanita lokal dan menikahinya.
Sampai tahun-tahun berlalu, pangeran tersebut rindu dengan keluarganya dan minta ijin untuk pulang ke Cina menemui kedua orang tuanya dan berjanji untuk kembali menjemput istri dan anaknya di desa untuk dibawa ke Cina.
Sesampainya di Cina, kedua orang tua pangeran tidak setuju jika sang pangeran mengambil istri seorang Borneo dan malah berencana untuk menikahkan dengan putri kerajaan tetangga. Dengan berat hati, sang pangeran menuruti perintah kedua orang tuanya.
Sementara itu, di Kalimantan, istrinya menanti dengan cemas. Setiap hari memandang ke lautan, menunggu kapal suaminya. Namun, karena desa itu terletak jauh dari pantai, dia memutuskan untuk mendaki ke puncak gunung tertinggi di dekat desanya, sehingga ia bisa lebih leluasa memandang kapal-kapal yang berlayar di Laut Cina Selatan.
Dia memanjat gunung di setiap matahari terbit, kembali hanya pada malam hari untuk merawat dan menjaga anak-anaknya. Sampai suatu saat dia sakit dan meninggal di puncak gunung dingin sambil menunggu suaminya. Sang alam sangat kagum dengan semangat dan kesetiaannya dan menjadikan wanita ini bagian dari gunung tersebut, dengan mengubahnya menjadi batu yang wajahnya menghadap ke Laut Cina Selatan. Saat ini, ketika memandang puncak St. John dengan guratan seperti wajah, ya itulah wajah wanita yang menanti suaminya dengan setia.
Pada awal tahun 2017 ini, belum ada direct flight dari Surabaya ke Kota Kinabalu. Jadi rutenya Surabaya–Jakarta–Kuala Lumpur–Kota Kinabalu. Dengan rute panjang seperti ini, biasanya saya menyisihkan dua hari untuk keberangkatan dan kepulangan. Sampai di Bandara Kota Kinabalu, sudah dijemput oleh seorang teman, untuk langsung menuju apartment di tengah kota Kinabalu. Meletakkan barang sambil menunggu rombongan lainnya.
Malam hari setelah semua rombongn tiba, kami diajak makan ke pasar malam Sinsuran di tengah kota, tak jauh dari apartment kami, sehingga cukup dengan jalan kaki. Banyak menu seafood dan Indonesian food, seperti nasi goreng, mie goreng dan bakso. Tapi paling menarik sebenarnya penampakan ikan segarnya, yang siap dipilih dan diolah.
Sayangnya karena perut sudah lapar, sehingga akhirnya pesan menu yang bisa tersaji cepat. Seafoodnya disimpan untuk kuliner berikutnya saja. Tidak pulang terlalu larut, karena besok pagi sekali, kami sudah siap dijemput menuju desa terakhir sebelum pendakian ke Gunung Kinabalu.
Lebih kurang 2 jam perjalanan menuju ke Kinabalu Park dan beberapa km sebelum tiba, kami mampir ke area Nabalu, semacam rest area dengan beberapa toko souvenir dan depot-depot serta area terbuka dengan pemandangan deretan punggungan gunung Kinabalu yang elok nian.
Berhenti sejenak untuk menghirup udara segar dan foto-foto cantik, sambil menunggu siang, karena kami baru bisa check in pukul dua waktu setempat. Udara di sini mulai terasa dingin, apalagi saat keberangkatan saya masih kurang enak badan. Berharap sudah pulih dan kuat saat pendakian nantinya.
Kinabalu Park Headquarters merupakan area penginapan dan restoran, sebagai tempat istirahat sebelum pendakian. Setelah melapor ke pintu kedatangan, kami diantar ke tempat penginapan yang telah dibooking untuk group kami, berupa bungalow cantik banget, model rumah kayu. Masuk ke dalam akan terlihat dua pintu kamar dan tangga turun.
Sementara lantai bawahnya berupa ruang keluarga dengan sofa hangat dan karpet bulu lengkap dengan televisi dan perapian di sebelahnya. Dilengkapi juga dengan ruang makan dan dapur dengan perkakas lengkap yang bisa digunakan. Pintu utama di lantai bawah berupa balkon yang langsung menghadap ke rapatnya pohon di depan mata. Kalaupun ingin berlibur tanpa melakukan pendakian, bersantai saja di sini, juga merupakan pilihan yang menarik. Udaranya sejuk, karena sudah berada di ketinggian 1.562 mdpl.
Makan malam hari ini sudah termasuk dalam paket trip. Terdapat sebuah resto di dekat pintu masuk Kinabalu Park, Balsam Buffet Restaurant yang menyediakan paket buffet untuk makan malam kami, termasuk untuk sarapan besok hari. Menu makanan mulai dari menu lokal sampai ala bule, tersedia di sini. Kita bisa makan sampai kenyang.
Esok paginya, usai sarapan, kami menunggu guide yang akan mendampingi kami dan mendaftarkan group kami ke pos pelaporan. Masing-masing dari kami akan mendapat keplek bertuliskan group, nama dan nomer peserta. Keplek ini harus dibawa kemanapun karena ada beberapa titik saat pendakian, dimana kita harus menunjukkan keplek ini untuk dicatat, sehingga merekapun bisa memantau dengan lebih baik, siapa saja yang sudah naik dan turun dengan selamat.
Akhirnya tibalah saat memulai pendakian Gunung Kinabalu, Tidak diperlukan briefing panjang. Hanya memberikan gambaran sekilas rute pendakian dan berpesan agar kami semua tetap berada dalam kelompok, tidak berjauhan. Pukul 08.30 waktu setempat, kami mulai dibawa jalan mulai dari 0 km di Pos Timpohon Gate dan berencana untuk berhenti makan siang di pos Layang-Layang, sekitar 4km perjalanan.
Bekal makan siang telah disiapkan berupa nasi kotak yang dibawa oleh masing-maing peserta. Untuk pendampingan, disarankan jumlah peserta : guide adalah 4 : 1. Namun mereka hanya bertugas mengantarkan dan menjaga, sementara jika membutuhkan jasa porter, harus menyewa secara terpisah. Lebih kurang harganya MYR 10 per kg.
Jarak pos satu dengan pos lainnya sangat dekat, antara 500 m sampai 1 km, dan setiap pos dilengkapi dengan toilet yang layak pakai, tempat sampah dan sumber air bersih. Bentuk pos juga masih tertata api dengan atap yang lengkap, sehingga benar-benar bisa dipakai sebagai tempat istirahat dan berteduh.
Jalur pendakian terus menanjak, jarang ada bonus semacam jalan datar, namun semua jalurnya sudah dibuatkan semacam undak-undakan, sehingga tinggal menapaki semacam tangga alami. Adapun jalur yang sedikit rusak, akan dibantu diberikan tangga dari kayu. Jika ada bagian yang longsor di salah satu sisi, maka akan ditambahkan pegangan tangan berupa kayu atau tali.
Gunung Kinabalu tidak aktif dengan luapan lahar seperti di Indonesia. Hanya sering terjadi gempa. Dan yang lumayan dahsyat, sempat terjadi pada Juni 2015. Wilayah sekitar gunung rusak dan beberapa orang tewas akibat gempa dan longsor besar. Namun, pihak pengelola gunung Kinabalu cukup tanggap merespon adanya bencana. Saat ini sudah dibentuk team SAR, yang berjaga aktif di beberapa titik. Koordinasi antara guide dan tim SAR juga sangat baik, sehingga jika ada kejadian ataupun kecelakaan bisa tertangani dengan segera.
Sesuai rencana awal, kami bisa tiba sekitar tengah hari di pos Layang-Layang untuk istirahat makan. 2 km lagi akan tiba di Laban Rata Restarea, namun medan lebih curam, sehingga mengisi energi dulu di KM 4 ini.
Laban Rata Restarea, 3.272 mdpl merupakan penginapan dan restaurant yang menampung puluhan orang. Dikelola oleh Sutera Sanctuary Lodges, sama dengan Balsam Café yang di bawah tadi. Kuota pendaki disesuaikan dengan kapasitas jumlah kamar. Pendakian kali ini benar-benar dimanjakan. Tidak perlu sibuk memasak dan mendirikan tenda, semuanya sudah tersedia.
Menu buffet mulai dari sore sampai malam tersedia lengkap beserta minuman hangatnya. Kemudian pendaki akan istirahat. Esok dini hari, jam 2 pagi, resto akan dibuka lagi, untuk mengisi perut sebelum pendakian ke puncak.
Kurang lebih butuh waktu normal 2 – 3 jam untuk tiba di puncak, sehingga biasanya pk. 02.30 waktu setempat, para pendaki sudah start naik. Jalur nikmat yang masih sama, tanjakan curam, tapi terbantu oleh adanya tangga kayu dengan pegangan tangan di sisi kiri atau kanan.
Sampai akhirnya di pos “check point”, kita harus absent menunjukkan tanda pengenal, sehingga tercatat rapi, siapa saja yang summit attack pada hari tersebut. Selepas pos tersebut, sudah tidak ada tanjakan rapi lagi, melainkan berupa bebatuan besar dan sesekali dibantu dengan tali karena khawatir licin ataupun geser saat gempa ringan.
Butuh mengolah nafas, karena memang jalanan terus menanjak tanpa ampun, dan kalaupun berhenti sejenak, angin berhembus begitu dingin, sehingga tidak betah berdiam lama-lama. Sampai akhirnya tepat pk. 6.30 kami tiba di puncak Low’s Peak, puncak tertinggi Gunung Kinabalu, dengan ketinggian. 4.095,2 mdpl.
Perlu toleransi tinggi untuk bergantian foto di tugu puncak tersebut, karena tempat pijakan dekat papan namanya sangat sempit. Saatnya mengibarkan bendera merah putih di langit Gunung Kinabalu. Dingin yang menusuk membuat muka jadi tembem alias mekar semua sebagai efek reaksi tubuh menahan dingin.
Setelah puas foto di puncak, jalanan turun menjadi spot foto yang sangat istimewa. Gunung Kinabalu ini sebenarnya memiliki banyak puncak, salah satunya St. John, sesuai legenda di atas dan South Peak atau dikenal dengan Puncak Seringgit (1 MYR) yang sering muncul di foto icon Gunung Kinabalu dan masih banyak lagi puncak-puncak kecil lainnya. Semuanya menjadi sudut yang menarik untuk di foto.
Matahari semakin tinggi dan jalanan mulai panas. Jaket-jaket mulai dilepaskan dan menuruni jalur dengan sedikit terburu, karena lapar dan mengejar jam operasional restoran. Mereka hanya membuka jam makan sarapan sampai pk. 10 pagi saja. Pendaki yang turun melewati batas tersebut, tentu tidak kebagian sarapan.
Setelah sarapan dan berbagi cerita, akhirnya bersiap untuk turun. Diperkirakan separuh waktu yang diperlukan untuk turun. Mulai pos 2 sampai ke bawah, saat sudah tengah hari, perut saya mulai nagih lagi, minta diisi. Ingin sekali segera tiba di bawah, tapi kaki sudah lemas rasanya dibuat berlari. Akhirnya kami semua tiba pk.14.30 di Balsam Buffet Restaurant untuk makan siang dan berbagi cerita.
2017 Climb Package Rates:
Bagian teristimewa menurut saya adalah rute dari Laban Rata menuju puncak, karena pemandangannya yang lain daripada yang lain. Deretan dan guratan puncak-puncak kecil yang menghiasi pemandangan saat menuju puncak, tampak begitu unik dan gagah mempesona. Namun kalau karakteristik hutan di lerengnya, lebih variatif di Indonesia, yang mana kadang masih bisa ketemu hutan hujan tropis, berganti savana, kadang berganti dengan cekungan air, pohon yang melintang, sungai dan sebagainya.
Pendakian Gunung Kinabalu ini hanya membutuhkan fisik bukan mental, karena semuanya sudah tersedia dengan baik, Sementara guuung-gunung di Indonesia memerlukan mental yang lebih, karena jalur yang kadagang masih susah dan menantang, belum lagi perlu mendirikan tenda di saat hujan badai, memasak dan gambling merasakan makanannya jadi seperti apa. Hehehehe...
Belajarlah dari alam dan alam akan tetap menjagamu. Salam hijau....(fifin maidarina)
Mumpung fisik masih cukup kuat, saatnya naik level, ke pendakian gunung di ketinggian lebih dari 4.000 mdpl. Toh masih dekat dengan Indonesia, mudah terjangkau dan tidak perlu penyesuaian terlalu lama masalah perbedaan suhu dan tekanan.
Paket yang ditawarkan seharga MYR 1.500 per orang untuk pendakian dan akomodasinya. Kalau dikurskan sekitar Rp. 4.5 juta. Cukup mahal sich untuk ukuran pendakian ke gunung, namun karena sistem di sana sudah dikelola dengan baik dan harga tersebut terbilang wajar ketika saya survey dengan operator lain, sehingga mengucurlah DP sebagai tanda jadi.
Gunung Kinabalu, 4,095 mdpl, terletak di Sabah, bagian Malaysia yang nempel dengan pulau Kalimantan. Merupakan gunung tertinggi di Pulau Kalimantan dan tertinggi kelima di Asia Tenggara. Biasanya setiap gunung menyimpan cerita dan misterinya sendiri. Menurut kepercayaan masyarakat Kadazan Sabah, nama "Kinabalu" berasal dari kata "Cina Balu" (balu = janda) yang artinya jandanya orang Cina.
Karena pengaruh bahasa setempat, pengucapan kata "cina" (chee-na) berubah menjadi "Kina" (kee-na). Konon ada seorang pangeran dari Cina yang kapalnya tenggelam dan terdampar di pulau Kalimantan. Dia diselamatkan oleh penduduk asli di desa terdekat dan diterima baik oleh warga. Sampai akhirnya mulai jatuh cinta dengan wanita lokal dan menikahinya.
Sampai tahun-tahun berlalu, pangeran tersebut rindu dengan keluarganya dan minta ijin untuk pulang ke Cina menemui kedua orang tuanya dan berjanji untuk kembali menjemput istri dan anaknya di desa untuk dibawa ke Cina.
Sesampainya di Cina, kedua orang tua pangeran tidak setuju jika sang pangeran mengambil istri seorang Borneo dan malah berencana untuk menikahkan dengan putri kerajaan tetangga. Dengan berat hati, sang pangeran menuruti perintah kedua orang tuanya.
Sementara itu, di Kalimantan, istrinya menanti dengan cemas. Setiap hari memandang ke lautan, menunggu kapal suaminya. Namun, karena desa itu terletak jauh dari pantai, dia memutuskan untuk mendaki ke puncak gunung tertinggi di dekat desanya, sehingga ia bisa lebih leluasa memandang kapal-kapal yang berlayar di Laut Cina Selatan.
Dia memanjat gunung di setiap matahari terbit, kembali hanya pada malam hari untuk merawat dan menjaga anak-anaknya. Sampai suatu saat dia sakit dan meninggal di puncak gunung dingin sambil menunggu suaminya. Sang alam sangat kagum dengan semangat dan kesetiaannya dan menjadikan wanita ini bagian dari gunung tersebut, dengan mengubahnya menjadi batu yang wajahnya menghadap ke Laut Cina Selatan. Saat ini, ketika memandang puncak St. John dengan guratan seperti wajah, ya itulah wajah wanita yang menanti suaminya dengan setia.
Pada awal tahun 2017 ini, belum ada direct flight dari Surabaya ke Kota Kinabalu. Jadi rutenya Surabaya–Jakarta–Kuala Lumpur–Kota Kinabalu. Dengan rute panjang seperti ini, biasanya saya menyisihkan dua hari untuk keberangkatan dan kepulangan. Sampai di Bandara Kota Kinabalu, sudah dijemput oleh seorang teman, untuk langsung menuju apartment di tengah kota Kinabalu. Meletakkan barang sambil menunggu rombongan lainnya.
Malam hari setelah semua rombongn tiba, kami diajak makan ke pasar malam Sinsuran di tengah kota, tak jauh dari apartment kami, sehingga cukup dengan jalan kaki. Banyak menu seafood dan Indonesian food, seperti nasi goreng, mie goreng dan bakso. Tapi paling menarik sebenarnya penampakan ikan segarnya, yang siap dipilih dan diolah.
Sayangnya karena perut sudah lapar, sehingga akhirnya pesan menu yang bisa tersaji cepat. Seafoodnya disimpan untuk kuliner berikutnya saja. Tidak pulang terlalu larut, karena besok pagi sekali, kami sudah siap dijemput menuju desa terakhir sebelum pendakian ke Gunung Kinabalu.
Lebih kurang 2 jam perjalanan menuju ke Kinabalu Park dan beberapa km sebelum tiba, kami mampir ke area Nabalu, semacam rest area dengan beberapa toko souvenir dan depot-depot serta area terbuka dengan pemandangan deretan punggungan gunung Kinabalu yang elok nian.
Berhenti sejenak untuk menghirup udara segar dan foto-foto cantik, sambil menunggu siang, karena kami baru bisa check in pukul dua waktu setempat. Udara di sini mulai terasa dingin, apalagi saat keberangkatan saya masih kurang enak badan. Berharap sudah pulih dan kuat saat pendakian nantinya.
Kinabalu Park Headquarters merupakan area penginapan dan restoran, sebagai tempat istirahat sebelum pendakian. Setelah melapor ke pintu kedatangan, kami diantar ke tempat penginapan yang telah dibooking untuk group kami, berupa bungalow cantik banget, model rumah kayu. Masuk ke dalam akan terlihat dua pintu kamar dan tangga turun.
Sementara lantai bawahnya berupa ruang keluarga dengan sofa hangat dan karpet bulu lengkap dengan televisi dan perapian di sebelahnya. Dilengkapi juga dengan ruang makan dan dapur dengan perkakas lengkap yang bisa digunakan. Pintu utama di lantai bawah berupa balkon yang langsung menghadap ke rapatnya pohon di depan mata. Kalaupun ingin berlibur tanpa melakukan pendakian, bersantai saja di sini, juga merupakan pilihan yang menarik. Udaranya sejuk, karena sudah berada di ketinggian 1.562 mdpl.
Makan malam hari ini sudah termasuk dalam paket trip. Terdapat sebuah resto di dekat pintu masuk Kinabalu Park, Balsam Buffet Restaurant yang menyediakan paket buffet untuk makan malam kami, termasuk untuk sarapan besok hari. Menu makanan mulai dari menu lokal sampai ala bule, tersedia di sini. Kita bisa makan sampai kenyang.
Esok paginya, usai sarapan, kami menunggu guide yang akan mendampingi kami dan mendaftarkan group kami ke pos pelaporan. Masing-masing dari kami akan mendapat keplek bertuliskan group, nama dan nomer peserta. Keplek ini harus dibawa kemanapun karena ada beberapa titik saat pendakian, dimana kita harus menunjukkan keplek ini untuk dicatat, sehingga merekapun bisa memantau dengan lebih baik, siapa saja yang sudah naik dan turun dengan selamat.
Akhirnya tibalah saat memulai pendakian Gunung Kinabalu, Tidak diperlukan briefing panjang. Hanya memberikan gambaran sekilas rute pendakian dan berpesan agar kami semua tetap berada dalam kelompok, tidak berjauhan. Pukul 08.30 waktu setempat, kami mulai dibawa jalan mulai dari 0 km di Pos Timpohon Gate dan berencana untuk berhenti makan siang di pos Layang-Layang, sekitar 4km perjalanan.
Bekal makan siang telah disiapkan berupa nasi kotak yang dibawa oleh masing-maing peserta. Untuk pendampingan, disarankan jumlah peserta : guide adalah 4 : 1. Namun mereka hanya bertugas mengantarkan dan menjaga, sementara jika membutuhkan jasa porter, harus menyewa secara terpisah. Lebih kurang harganya MYR 10 per kg.
Jarak pos satu dengan pos lainnya sangat dekat, antara 500 m sampai 1 km, dan setiap pos dilengkapi dengan toilet yang layak pakai, tempat sampah dan sumber air bersih. Bentuk pos juga masih tertata api dengan atap yang lengkap, sehingga benar-benar bisa dipakai sebagai tempat istirahat dan berteduh.
Jalur pendakian terus menanjak, jarang ada bonus semacam jalan datar, namun semua jalurnya sudah dibuatkan semacam undak-undakan, sehingga tinggal menapaki semacam tangga alami. Adapun jalur yang sedikit rusak, akan dibantu diberikan tangga dari kayu. Jika ada bagian yang longsor di salah satu sisi, maka akan ditambahkan pegangan tangan berupa kayu atau tali.
Gunung Kinabalu tidak aktif dengan luapan lahar seperti di Indonesia. Hanya sering terjadi gempa. Dan yang lumayan dahsyat, sempat terjadi pada Juni 2015. Wilayah sekitar gunung rusak dan beberapa orang tewas akibat gempa dan longsor besar. Namun, pihak pengelola gunung Kinabalu cukup tanggap merespon adanya bencana. Saat ini sudah dibentuk team SAR, yang berjaga aktif di beberapa titik. Koordinasi antara guide dan tim SAR juga sangat baik, sehingga jika ada kejadian ataupun kecelakaan bisa tertangani dengan segera.
Sesuai rencana awal, kami bisa tiba sekitar tengah hari di pos Layang-Layang untuk istirahat makan. 2 km lagi akan tiba di Laban Rata Restarea, namun medan lebih curam, sehingga mengisi energi dulu di KM 4 ini.
Laban Rata Restarea, 3.272 mdpl merupakan penginapan dan restaurant yang menampung puluhan orang. Dikelola oleh Sutera Sanctuary Lodges, sama dengan Balsam Café yang di bawah tadi. Kuota pendaki disesuaikan dengan kapasitas jumlah kamar. Pendakian kali ini benar-benar dimanjakan. Tidak perlu sibuk memasak dan mendirikan tenda, semuanya sudah tersedia.
Menu buffet mulai dari sore sampai malam tersedia lengkap beserta minuman hangatnya. Kemudian pendaki akan istirahat. Esok dini hari, jam 2 pagi, resto akan dibuka lagi, untuk mengisi perut sebelum pendakian ke puncak.
Kurang lebih butuh waktu normal 2 – 3 jam untuk tiba di puncak, sehingga biasanya pk. 02.30 waktu setempat, para pendaki sudah start naik. Jalur nikmat yang masih sama, tanjakan curam, tapi terbantu oleh adanya tangga kayu dengan pegangan tangan di sisi kiri atau kanan.
Sampai akhirnya di pos “check point”, kita harus absent menunjukkan tanda pengenal, sehingga tercatat rapi, siapa saja yang summit attack pada hari tersebut. Selepas pos tersebut, sudah tidak ada tanjakan rapi lagi, melainkan berupa bebatuan besar dan sesekali dibantu dengan tali karena khawatir licin ataupun geser saat gempa ringan.
Butuh mengolah nafas, karena memang jalanan terus menanjak tanpa ampun, dan kalaupun berhenti sejenak, angin berhembus begitu dingin, sehingga tidak betah berdiam lama-lama. Sampai akhirnya tepat pk. 6.30 kami tiba di puncak Low’s Peak, puncak tertinggi Gunung Kinabalu, dengan ketinggian. 4.095,2 mdpl.
Perlu toleransi tinggi untuk bergantian foto di tugu puncak tersebut, karena tempat pijakan dekat papan namanya sangat sempit. Saatnya mengibarkan bendera merah putih di langit Gunung Kinabalu. Dingin yang menusuk membuat muka jadi tembem alias mekar semua sebagai efek reaksi tubuh menahan dingin.
Setelah puas foto di puncak, jalanan turun menjadi spot foto yang sangat istimewa. Gunung Kinabalu ini sebenarnya memiliki banyak puncak, salah satunya St. John, sesuai legenda di atas dan South Peak atau dikenal dengan Puncak Seringgit (1 MYR) yang sering muncul di foto icon Gunung Kinabalu dan masih banyak lagi puncak-puncak kecil lainnya. Semuanya menjadi sudut yang menarik untuk di foto.
Matahari semakin tinggi dan jalanan mulai panas. Jaket-jaket mulai dilepaskan dan menuruni jalur dengan sedikit terburu, karena lapar dan mengejar jam operasional restoran. Mereka hanya membuka jam makan sarapan sampai pk. 10 pagi saja. Pendaki yang turun melewati batas tersebut, tentu tidak kebagian sarapan.
Setelah sarapan dan berbagi cerita, akhirnya bersiap untuk turun. Diperkirakan separuh waktu yang diperlukan untuk turun. Mulai pos 2 sampai ke bawah, saat sudah tengah hari, perut saya mulai nagih lagi, minta diisi. Ingin sekali segera tiba di bawah, tapi kaki sudah lemas rasanya dibuat berlari. Akhirnya kami semua tiba pk.14.30 di Balsam Buffet Restaurant untuk makan siang dan berbagi cerita.
2017 Climb Package Rates:
Bagian teristimewa menurut saya adalah rute dari Laban Rata menuju puncak, karena pemandangannya yang lain daripada yang lain. Deretan dan guratan puncak-puncak kecil yang menghiasi pemandangan saat menuju puncak, tampak begitu unik dan gagah mempesona. Namun kalau karakteristik hutan di lerengnya, lebih variatif di Indonesia, yang mana kadang masih bisa ketemu hutan hujan tropis, berganti savana, kadang berganti dengan cekungan air, pohon yang melintang, sungai dan sebagainya.
Pendakian Gunung Kinabalu ini hanya membutuhkan fisik bukan mental, karena semuanya sudah tersedia dengan baik, Sementara guuung-gunung di Indonesia memerlukan mental yang lebih, karena jalur yang kadagang masih susah dan menantang, belum lagi perlu mendirikan tenda di saat hujan badai, memasak dan gambling merasakan makanannya jadi seperti apa. Hehehehe...
Belajarlah dari alam dan alam akan tetap menjagamu. Salam hijau....(fifin maidarina)