Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rahasia Kelezatan Pentol Goyang Lidah Cempaka di Surabaya



JALAN-JALAN  ke area tengah kota Surabaya tak hanya bisa mengunjungi pusat perbelanjaan atau rumah makan berkelas dengan menu internasional yang mudah ditemukan di sana. Tapi sempatkan juga mampir ke Jl Cempaka, tepatnya di seberang sekolah dan Gereja Mawar Sharon.

Ada sebuah gerobak penjual pentol yang berukuran tidak terlalu besar yang selalu dikerumuni banyak orang sepanjang hari. Nama ‘Pentol Goyang Lidah Cempaka’ tertera jelas di bagian atas gerobak, berdampingan dengan kalimat promosi yang berbunyi ‘Kelezatan yang Selalu Dinantikan’.

Asap panas mengepul dari dalam dua buah panci yang terletak di tengah gerobak. Panci itu berisi beragam varian jajanan pentol yang langsung bisa menggoyang lidah pecinta pentol. Para pembeli yang mengendarai sepeda motor hingga mobil tak henti bergantian datang dan pergi.

Empat orang sangat sibuk melayani pembeli yang sebagian besar membeli tak hanya dalam jumlah sedikit. Satu di antaranya Lily,  yang memborong sampai 20 plastik pentol campur seharga Rp 10.000 untuk masing-masing porsi.

“Ini untuk anak-anak dan dapat banyak titipan dari teman-teman,” kata perempuan usia 30 tahun itu yang mengaku sudah sangat sering membeli pentol di sana dan mengenal sang pemiliknya,  dengan nama ‘Goli’,  kependekan dari ‘Goyang Lidah’.

Seorang pengemudi ojek online yang sedang mengantre Pentol Cempaka untuk seorang kustomernya mengungkapkan cerita sama.  “Sudah terkenal namanya Goli,”  tukasnya, menyahut obrolan sambil menunggu pesanannya dibungkus.

Pemilik Pentol Goyang Lidah Cempaka yang akrab disapa Goli, bernama asli Karyanto. Pria asal Solo itu sudah sejak 1994 berjualan pentol berkeliling menggunakan gerobak di kawasan Jalan Cempaka dan sekitarnya.

Kemudian delapan tahun yang lalu, Karyanto memutuskan untuk mendiamkan gerobaknya di Jalan Cempaka agar para pembeli lebih mudah  mencarinya tanpa harus menunggu Karyanto lewat di depan rumah mereka.

Berjualan di seberang sekolah memang menjadi keuntungan tersendiri. Namun karena rasa sambalnya yang pedas, pembeli pentol cenderung didominasi para orang dewasa yang sedang mengantar atau menjemput siswa sekolah Mawar Sharon.

Sambal Pentol Goyang Lidah Cempaka yang superpedas itu menjadi andalan pendamping menu-menu yang disediakan, antara lain pentol berisi telur puyuh seharga Rp 1.000, pentol halus dan pentol kasar  Rp 500, serta tahu, dan gorengan Rp 250.

Sambal merupakan hasil racik dan olahan Karyanto sendiri dari bahan-bahan terbaik dan ditambah dengan campuran saus tomat. Untuk yang tidak terlalu menyukai rasa pedas, bumbu bisa dicampur dan diracik sesuai keinginan pembeli. 
“Nanti tinggal minta saja bumbunya, mau rasa seperti apa atau seberapa pedas, kami racik langsung,”  papar Karyanto, yang buka gerobaknya dari pukul 08.00-17.00  WIB, atau sampai semua menu habis.

Tak hanya di Jalan Cempaka, Pentol Goyang Lidah Cempaka membuka cabang di beberapa lokasi lain. Di antaranya di area UK Petra,  Kampus II Universitas Katolik Widya Mandala di Jl Kalijudan, di gang setan Jalan Basuki Rahmat, di belakang sekolah Masa Depan Cerah, dan satu stan di Mal BG Junction.


Namun, ujar Karyanto, para pembeli sudah telanjur familiar dengan nama Pentol Goyang Lidah Cempaka sehingga terbiasa mengunjungi gerobak di Jl Cempaka itu. Bahkan, kini, sudah berani melayani pesan antar alias delivery.

Pentol yang kenyal dan nikmat karena terbuat dari daging sapi asli, dengan perbandingan yang cukup banyak dibandingkan dengan tepung yang digunakan, membuat pelanggan Pentol Goyang Lidah Cempaka selalu rela kembali lagi ke lokasi kuliner ini.

Untuk keenam gerobak dan stan cabang serta franchise yang dipegang orang lain, Karyanto menghabiskan antara 60-70 kg daging sapi per hari untuk membuat semua menu yang dijual. Dalam sehari, Karyanto bisa mengantongi untung penjualan pentol hingga Rp 8 juta hingga Rp 9 jutaan.


Tak ada salahnya menyempatkan waktu untuk mampir dan mencoba Pentol Goyang Lidah Cempaka, siapa tahu cocok dengan selera dan akan bisa benar-benar menggoyang lidah.   “Paling ramai biasanya saat istirahat makan siang atau saat jam pulang sekolah,” tambah Karyanto. (neneng uswatun hasanah)