Pahami Sopan Santun Dulu sebelum Mendaki Gunung (1)
MENDAKI gunung, unpopular opinion : Ketemu orang lain, cukup senyum saja. Berkali-kali menyapa pendaki lain dengan bilang "Mari Mas", "Permisi, Bang" atau "Semangat, Kak" itu menghabiskan kalorimu. Ramah adalah persoalan lain. Mengobral keramahan tak selamanya baik.
Menolak permintaan air dari pendaki lain yang kehabisan air. Seringkali dengan cara halus seperti bilang, "Maaf, persediaan kami terbatas". Ini bukan soal baik hati, setia kawan, bla bla bla. Tapi ini soal sanksi moral dan sanksi sosial. Pendaki yang baik bakal "well prepared"
Salah satu polusi visual adalah pendaki yang gemar membawa-bawa boneka. Seringkali dalam ukuran superbesar. Polusi visual yang lain: pendaki yang heboh menggantungkan botol air mineral besar di tas gunung/carrier mereka. Selain tak efektif, hal ini mengganggu pergerakan sewaktu jalan. Alih-alih demikian, sebaiknya gulung satu per satu, lalu masukkan carrier. Peduli sampah tak perlu dipamerkan.
Tak usah heboh mengenai kehijrahanmu dari gaya mendaki old school menuju ultralight (UL) atau fusi di antara keduanya. Praktiknya, kalau mau jujur, gaya mendaki UL justru butuh budget lebih. Berharap banyak pada para pengembang perkap outdoor lokal untuk bikin itu, tapi butuh waktu lama.
Senada dengan @PNDKID , membawa portable bluetooth speaker rasa-rasanya bukan kelakuan yang berfaedah ketika mendaki gunung. Pertama, karena menimbulkan polusi suara untuk fauna endemik gunung itu. Kedua, seringkali mengganggu pendaki lain yang sedang beristirahat.
Masih dengan keresahan selama ini. Pendaki yang suka teriak teriak gak jelas dan nyetel musik kenceng pada malam hari, kemudian kalau di tegur bilangnya “ini kan alam bebas, bebas ding”. Hey you, apa yang kamu suka belum tentu orang lain suka dan gunung nggak butuh orang kaya kamu.
Itu bener banget. Pengalaman termutakhir, 22-23 Juni ini, saya baru dari Merbabu via Selo, camping di Sabana 1. Terbangun dengan konyol gegara suara bluetooth speaker dari dome sebelah yang volumenya saya yakin, diset level maksimal. Saya pikir yang demikian layak ditegur langsung.
Sumber : ROHMAN NISFI (@RohmanNisfi), 29 Juni 2019.
Menolak permintaan air dari pendaki lain yang kehabisan air. Seringkali dengan cara halus seperti bilang, "Maaf, persediaan kami terbatas". Ini bukan soal baik hati, setia kawan, bla bla bla. Tapi ini soal sanksi moral dan sanksi sosial. Pendaki yang baik bakal "well prepared"
Salah satu polusi visual adalah pendaki yang gemar membawa-bawa boneka. Seringkali dalam ukuran superbesar. Polusi visual yang lain: pendaki yang heboh menggantungkan botol air mineral besar di tas gunung/carrier mereka. Selain tak efektif, hal ini mengganggu pergerakan sewaktu jalan. Alih-alih demikian, sebaiknya gulung satu per satu, lalu masukkan carrier. Peduli sampah tak perlu dipamerkan.
Tak usah heboh mengenai kehijrahanmu dari gaya mendaki old school menuju ultralight (UL) atau fusi di antara keduanya. Praktiknya, kalau mau jujur, gaya mendaki UL justru butuh budget lebih. Berharap banyak pada para pengembang perkap outdoor lokal untuk bikin itu, tapi butuh waktu lama.
Senada dengan @PNDKID , membawa portable bluetooth speaker rasa-rasanya bukan kelakuan yang berfaedah ketika mendaki gunung. Pertama, karena menimbulkan polusi suara untuk fauna endemik gunung itu. Kedua, seringkali mengganggu pendaki lain yang sedang beristirahat.
Masih dengan keresahan selama ini. Pendaki yang suka teriak teriak gak jelas dan nyetel musik kenceng pada malam hari, kemudian kalau di tegur bilangnya “ini kan alam bebas, bebas ding”. Hey you, apa yang kamu suka belum tentu orang lain suka dan gunung nggak butuh orang kaya kamu.
Itu bener banget. Pengalaman termutakhir, 22-23 Juni ini, saya baru dari Merbabu via Selo, camping di Sabana 1. Terbangun dengan konyol gegara suara bluetooth speaker dari dome sebelah yang volumenya saya yakin, diset level maksimal. Saya pikir yang demikian layak ditegur langsung.
Sumber : ROHMAN NISFI (@RohmanNisfi), 29 Juni 2019.
){kind=link}