Cara Mengolah Rawon Putih Mak Rawon : Sensasi Kuah Sumsum Tulang
Dua piring datang berurutan. Isinya sama, nasi putih, tempe goreng, dan rendang. Lalu, dua mangkok tersaji di meja. Isinya beda. Satu mangkok kuah warna hitam, dan lainnya bening, dengan tebaran daun bawang dan bawang merah goreng. Taoge berada di tempat terpisah juga.
"Yang hitam ini adalah rawon yang biasa di warung atau resto," kata Lintu Tulistyantoro, pengelola 'Mak Rawon' di Jl Raya Suko Salam no 18 Sidoarjo. "Yang bening ini, rawon putih, khas warung saya ini."
Dalam hati bertanya, kok ada rawon putih? Saya mencoba mencicipi kuahnya dengan sendok. Masih ada aroma rasa kluweknya. Makin penasaran, kuah yang nyaris tanpa kandungan lemak itu dituang ke nasi yang sudah ada nasi putih dan potongan rendang.
Wouww, sensasinya seperti menikmati rawon biasanya. Tetap nikmat, apalagi waktu itu, kuahnya masih cukup panas. "Semua ini hasil eksperimen istri saya. Penyedapnya alami, dari sumsum tulang, jadi bukan MSG," tutur Lintu menyebut peran besarnya istrinya, Liem Evy Hernawati.
Salah satu ide munculnya rawon putih karena ingin menghilangkan kesan penampilan kotor dari nasi rawon. Jika ingin tetap menginginkan warna hitamnya, bisa saja langsung, menuang kuah bening itu ke piring. Kuah itu akan bercampur potongan rendang.
Rawon putih Mak Rawon memberikan opsi bagi penikmat rawon yang tidak suka warna hitam. "Papa saya, salah satu orang NTT, nggak bisa menikmati rawon hitam. Kalau yang putih ini mau," tukas Prisillia Caroline, yang kebetulan ikut menemani makan.
Lintu membuka rahasia dapur Mak Rawon. Kalau umumnya, bumbu dan kluwek dicampur langsung dengan kuah, maka istrinya memisahkan cara pengolahan itu. Bumbu dan kluwek yang sudah ditumis dimasak bersama daging, dipanaskan hingga kuahnya habis.
"Cara ini membuat bumbu meresap dalam ke daging. Kuahnya bening, lalu ditaburi irisan daun bawang, seledri dan bawang goreng. Kami sajikan dalam mangkok terpisah," papar pria yang juga penggemar batik ini.
Kini, sedikit demi sedikit, menu rawon putih Mak Rawon mulai mendapat respons pecinta kuliner. Beberapa kali, pembicaraan saya terhenti, karena Lintu harus menyapa atau melayani pembeli yang datang.
Bahkan, tidak jarang, ada yang menanyakan resep rawon putih. Lintu tidak segan mengulang kembali cerita seperti yang disampaikan kepada saya. "Beginilah sehari-hari, ada yang makan, lalu tanya-tanya, tapi saya senang," ucapnya.
Pilihan WaniMbambung
- Siropen Leo Sirup Legendaris dari Kota Malang
- Breadlife Bawa Roti Fresh dan Terjangkau Lebih Dekat ke Warga Jabodetabek
- Blue Bottle Coffee Unveils First Southeast Asian Outlet At Lumine Singapore
- Amara Singapore Announces Second Edition of “Local Legends” in Collaboration with Chef Damian D’Silva from 2 to 17 April 2025
Mak Rawon beroperasi sejak Lebaran 2014. Tempat makan yang buka setiap hari pukul 17.00 – 22.00 ini, memanfaatkan halaman gudang yang kosong. Mak Rawon libur setiap Selasa.
Prinsip Sehat, Murah dan Baru
Liem Evy Hernawati mendalami kluwek sebelum memutuskan membuat rawon putih. Istri Lintu Tulistyantoro yang punya basis bisnis katering ini ingin memberikan alternatif bagi yang tidak suka dengan rawon hitam.
Setelah yakin dapat meracik kluwek sehingga tak selalu hitam, fokusnya adalah menawarkan kesan 'bersih' pada kuah rawonnya. "Kami bikin kuah dari sumsum, dengan membuang lemak jenuhnya," terang Lintu.
Lemak jenuh, sejauh ini, mendapat label sebagai sesuatu yang jahat dan perlu dihindari. Lemak jenuh dikenal dengan sebutan lemak tidak baik, karena bersifat mengganggu tubuh, yaitu menyebabkan darah lengket dengan dinding pembuluh darah sehingga darah mudah menggumpal.
Eksperimen kuah sebagai kunci menu rawon putih tidak begitu saja dilepas hasilnya. Yang pertama menjadi 'kelinci percobaan' adalah anak-anak. "Mereka bilang, enak, tidak lengket di lidah," papar Lintu.
Belum yakin dengan hasil uji coba, Lintu dan Evy ketika membuka kali pertama Mak Rawon, mengundang sejumlah tetangga dan kolega untuk mencicipi. Memang tidak ada ungkapan 'enak' yang muncul, tapi rawon putih yang disajikan, dilahap habis.
Lucia Wahyu, salah satu kolega yang diundang, sempat heran dengan menu rawon putih. "Mungkin karena belum terbiasa. Saya kira tidak enak, nyatanya, hampir sama dengan rawon. Apalagi, begitu kuahnya bersentuhan dengan rendah yang disajikan terpisah itu," jelasnya.
Meski menemukan olahan baru, Lintu dan Evy berharap tetap menawarkan dengan harga terjangkau. Seiring perjalanan penjualan, sesekali muncul bapak-bapak yang rutin datangdengan sepeda onthelnya. Dia hanya membeli kuahnya saja, dan Lintu tetap melayaninya.
Sejak awal, pasutri ini mengembangkan Mak Rawon untuk melengkapi bisnis katering yang sudah ada. Misinya, tidak sekadar membuat masakan enak, higienis, tapi tetap enak di lidah. "Datang lagi ya Mas, di sini nggak hanya rawon. Coba lumpianya juga, pasti ketagihan," tutur Lintu berpromosi. (*)