Kuliner Wingko Babat yang Mampu Jaga Cita Rasa
BUKAN hanya soto, Kabupaten Lamongan, punya jajanan kuliner wingko sehingga punya sentra UMKM wingko di Babat, yang berjarak kurang lebih 27 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Lamongan.
Para produsen wingko Babat sampai saat ini masih bertahan dan bisa memproduksi. Rata-rata satu orang produsen mampu memproduksi 1000 biji wingko.
Salah satunya, Nia (50) di Lingkungan Sawunggaling Babat. Bertahannya wingko Babat karena upaya para produsen wingko dalam menjaga cita rasa maupun proses produksi yang masih menggunakan cara tradisional.
Di rumah produksi milik Nia, kue tradisional khas Lamongan yang bahan dasarnya kelapa muda parut, tepung beras ketan dan gula pasir dan garam ini, tetap bertahan dengan proses pengapian yang memakai kayu.
Menurut Nia, wingko produksinya sudah ada sejak tahun 1999 silam dan hingga kini masih eksis dalam memenuhi pesanan dari para pelanggaanya. Tapi wingko Babat ini ada sejak tahun 1898
Permintaan dari pasar terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. "Saya menjaga kualitas rasa, meski permintaan tinggi," kata Nia yang mampu mempekerjakan sebanyak 15 karyawan.Ditanya soal harga, wingko Babat yang punya merek Rasa ini dijual dengan harga Rp 10.000 per pak dengan isi 15 biji. Omset mencapai rata-rata Rp 1 hingga Rp 2 juta setiap harinya.
Nia bersyukur wingko Babat telah dipatenkan oleh pemerintah daerah sedang soal penjualan, juga di bantu dengan gerakan Ayo Ditumbasi. Para produsen wingko Babat berharap, wingko Babat yang sudah mempunyai ruang di hati masyarakat ini terus bertahan dan berkembang. (*)