Kementerian Kesehatan Cabut Aturan Rapid Test Perjalanan
Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian COVID-19.
Orang yang melakukan perjalanan tak akan dites, penemuan kasus baru akan difokuskan di pintu masuk wilayah. Ada pun langkah-langkah yang akan dilakukan oleh Kemenkes untuk melacak kasus Covid-19, yaitu:
1. Meningkatkan pengawasan terhadap pelaku perjalanan (awak/personel, penumpang) khususnya yang berasal dari wilayah/negara dengan transmisi lokal, melalui pengamatan suhu dengan thermal scanner maupun thermometer infrared, pengamatan tanda dan gejala, maupun pemeriksaan kesehatan tambahan.
2. Melakukan pemeriksaan dokumen kesehatan pada orang.
3. Jika ditemukan pelaku perjalanan yang terdeteksi demam melalui thermal scanner/thermometer infrared maka dipisahkan dan dilakukan wawancara serta dievaluasi lebih lanjut.
4. Jika ditemukan pelaku perjalanan terdeteksi demam dan menunjukkan gejala-gejala pneumonia di atas alat angkut berdasarkan laporan awak alat angkut, maka petugas KKP akan melakukan pemeriksaan dan penanganan ke atas alat angkut dengan menggunakan APD yang sesuai.
Menanggapi peaturan Kemenkes yang tak mewajibkan rapid test itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) masih melakukan kajian bersama dengan Gugus Tugas covid-19 atas persyaratan penghapusan rapid test atau swab test berbasis metode polymerase chain reaction (PCR) selama perjalanan menggunakan transportasi umum termasuk kajian legal terkait aturan HK.01.07/MENKES/413/2020.
Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Novie Riyanto mengatakan sedang melakukan pengecekan secara internal dan hingga kini belum menemukan klausul yang menyatakan rapid test atau PCR dapat dihilangkan.
Selain itu, kata dia, semestinya aturan akan dikeluarkan secara resmi melalui surat edaran (SE) Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19.
Hingga kini, kata dia, terkait kemungkinan peniadaan prosedur rapid test/PCR masih dibahas bersama dengan Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 dengan meminta sejumlah pandangan dari unsur lain.
“Ini kami barusan bahas secara internal setelah dicek dan dibahas internal. Kami belum menemukan di aturan tersebut rapid test tidak diwajibkan. Tidak ada ngomong begitu. Biasanya aturan itu dikeluarkan oleh SE Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 dan bukan Kemenkes, tetapi kurang tahu juga kami masih lihat legal formalnya,” jelasnya, Selasa (8/9/2020).
Untuk itu, Novie menyebut saat ini kemenhub tidak akan banyak berkomentar terkait persoalan itu karena belum menemukan landasannya.
Kantor Kesehatan Pelabuhan Denpasar dalam keterangan tertulisnya juga menyampaikan sanggahan terkait adanya informasi terkait pencabutan syarat RDT bagi pelaku perjalanan.
Di antaranya sesuai Kepmenkes nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (per 13 Juli 2020), disebutkan bahwa rapid test tidak digunakan untuk diagnostik.
Penggunaan rapid test tetap dilakukan pada situasi tertentu seperti dalam pengawasan pelaku perjalanan.
Dalam pedoman tersebut dijelaskan dalam rangka pengawasan pelaku perjalanan dalam negeri (domestik), diharuskan untuk mengikuti ketentuan sesuai protokol kesehatan ataupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan seluruh penumpang dan awak alat angkut dalam melakukan perjalanan harus dalam keadaan sehat dan menerapkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian Covid-19.
Sampai saat ini masih berlaku SE Menkes No. HK.02.01/MENKES/382/2020 tentang Prosedur Pengawasan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri di Bandar Udara dan Pelabuhan dalam Rangka Penerapan Kehidupan Masyarakat Produktif dan Aman Terhadap Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan SE Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 9 tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Pengawasan kekarantinaan kesehatan di pintu masuk (pelabuhan, bandar udara, dan PLBDN) dilaksanakan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) yang merupakan unit pelaksana teknis Kementerian Kesehatan, berkoordinasi dengan lintas sektor terkait dan pemerintah daerah.
“Dalam peraturan tersebut disebutkan selain menerapkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian Covid-19, penumpang dan awak alat angkut yang akan melakukan perjalanan dalam negeri harus memiliki surat keterangan hasil pemeriksaan RT-PCR negatif yang berlaku paling lama 14 (empat belas) hari atau surat keterangan hasil pemeriksaan rapid test antigen/ antibodi nonreaktif yang berlaku paling lama 14 (empat belas) hari, sejak surat keterangan diterbitkan,” tulis keterangan itu.
Meskipun sudah tidak tertera kewajiban rapid test untuk perjalanan pada aturan terbaru pada Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), namun sejumlah bandara, pelabuhan, dan stasiun kereta api masih mewajibkan laporan hasil tes negatif atau non-reaktif Covid-19.
Kepala Departemen Epidemiologi FKM UI Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan bahwa Kementerian Perhubungan masih memegang wewenang penuh terkait dengan aturan perjalanan di bandara, pelabuhan, dan stasiun.
“Terakhir saya pergi naik pesawat masih ada dan masih berlaku kok aturan itu [wajib tes negatif atau non-reaktif Covid-19],” ungkapnya, Selasa (8/9/2020).
Dia menjelaskan, untuk perjalanan tetap didasarkan pada SK Kemenhub dan SK Kemenkes tidak berlaku.
“Jadi walaupun di Kemenkes tidak menyebutkan kewajiban tes, tapi kalau dari Kemenhub minta, ya tetap harus disediakan. Ini sebetulnya menunjukkan bahwa sudah tidak harmonis antara lintas sektor,” terangnya.
![]() |
antara |
Tri Yunis menyebutk Bandara di Padang masih meminta wajib swab tes, sementara di beberapa wilayah lain juga masih meminta dokumen kesehatan dan hasil tes rapid atau swab, seperti di Bandara Balikpapan dan Bali.
“Jadi kalau di bandara sampai sekarang masih diminta rapid test dan swab, itu masih berlaku kok. Jadi daripada nggak ada tes, mendingan ada yang bisa jadi acuan deteksi pada hari kelima sampai 10 lumayan lah, orang kan juga jadi hati-hati melakukan perjalanan. Jadi orang juga nggak sembarangan jalan-jalan apalagi yang OTG juga nggak semabarangan pergi-pergi,” terangnya.
Epidemiolog UI Pandu Riono menjelaskan bahwa dirinya memang menentang kewajiban rapid tes mengingat tingkat akurasinya yang rendah dan tidak secara spesifik mendeteksi Covid-19.
“Untuk perjalanan baiknya ya wajib swab test, jangan dihapuskan sama sekali,” ujarnya. (berbagai sumber)