Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Tiga Cara agar Kamu Bisa Pindah ke Negara Denmark

 

BAIKLAH, kita mulai thread soal imigrasi di Denmark ya, mulai dari cara emigrasi kemari sampai problematika yang ada disini. (Disclaimer: karena saya taunya cuman Denmark, jadi bahasnya cuman Denmark. Negara Scandinavia yang lain saya kurang tahu).

Ini tiga cara pindah ke Denmark :
1. Sekolah di sini (biasanya kuliah S2 atau S3).
2. Kerja atau mutasi kantor kemari (biasanya untuk perusahaan internasional atau profesi khusus).
3. Menikah dengan warga negara Denmark.

Sisanya tentu ada yang lain-lain, macam jadi atlet, pastor etc. Sekadar info: Denmark itu termasuk negara yang (hampir) menutup perbatasannya, alias nggak gampang masuk kemari. Contohnya sebagai refugee atau pencari asylum.

Aturan imigrasi mereka ketat dan negaranya agak2 xenophobia terhadap orang asing. Nomer satu: Sekolah, S1 di sini kebanyakan berbahasa Danish, tapi S2 dan S3 memakai bahasa Inggris. Jadi peluangnya besar.

Sayangnya, Denmark sudah dihapus dari daftar LPDP (cmiiw), tapi tetep ada kesempatan untuk beasiswa independen dari masing-masing universitasnya. Universitas-universitas yang terkenal di Denmark (yang saya sebut hanya yang nama besar ya).

CPH: University of Copenhagen, DTU, CPH business school, Aarhus: Aarhus University, Aalborg: Aalborg University, Odense: SDU. Websitenya silahkan gugel masing-masing ya.

Untuk S3 biasanya ini seperti lowongan kerja dan bukan beasiswa tapi digaji, dan tiap2 universitas pasang lowker di websitenya masing2, jadi klo mau S3, pantengin aja univ yang diminati. Contoh lowongan kerja di almamater saya di DTU.

Untuk pindah kemari dan ngurus student visa, harus sdh dpt acceptance letter dari universitasnya, br ngurus ke kantor imigrasi di negara asal (contoh: Indonesia).

Untuk PhD mirip-mirip, cuman persyaratannya agak berbeda. Baca di sini: S2: https://tinyurl.com/y8kg2pf5. Kalau, S3: Kaya apa sih kuliah di Denmark itu? Bisa browsing di sini.  http://studyindenmark.dk/

Yang jelas, buat saya: Santai tapi sibuk. Santai karena nggak dikontrol absen dosen, tapi sibuk karena ya emang workloadnya banyak. Harus disiplin dari diri sendiri, kalau nggak ya bakal kesusahan.

Setelah S2/S3 mau cari kerja di Denmark tapi visa sudah mau abis? Bisa apply yang namanya Establishment card (ini per 2018 ya, kalau besok-besok baca sudah diganti ya maap). Applynya harus dalam 6 bulan setelah lulus dan bisa stay cari kerja di sini selama 2 tahun.

Kalau dalam 2 tahun itu dapet kerja, ya langsung ganti visa namanya work permit. Kalau dalam 2 tahun ga dapet kerja, ya harus packing, pulang kampung, berarti jodohmu bukan di sini. Selama 2 tahun itu  harus support diri sendiri loh, harus punya bukti tabungan bank sekitar 87.000 DKK.

Setahu saya banyak anak-anak PPI yang bisa dapat kerja di sini dalam jangka waktu 2 tahun. Susah, tapi bukan mustahil. Yang penting les bahasa Danishnya kencengin aja selama kuliah di sini karena kantor-kantor di sini lebih suka yang bisa bahasa lokal.

Nomer dua: Kerja/mutasi kantor. Kalau mutasi kantor jelas gampang, karena sudah diuruskan oleh kantor asal termasuk visa, tinggal pindahan saja. Kalau visa kerja juga harus sudah dapat kontrak di tangan, nggak bisa datang kemari (apalagi pakai visa turis!) sambil cari kerja!

Untuk kerja, juga nggak bisa sembarang dapet work permit: Profesi sembarang, tapi gajinya harus tinggi :
- Pay limit scheme, jadi klo kontrak gajinya dibawah 417k DKK ya nggak bisa dapat work permit. Profesi tertentu, nggak tergantung gaji
- Positive list : Jenisnya apa aja? Bisa baca lebih lanjut di sini, tentunya jenis2 engineer, economists etc yang relatif penting.
Profesinya nggak ditentukan, gajinya nggak ditentukan, tapi kantornya udah di certified sama pemerintah disini:
- Fast track scheme : https://nyidanmark.dk. Ini biasanya jenis-jenis tempat kerja yang butuh akut tenaga-tenaga dari luar negeri.

Kalau kerja sebagai akademia pun ada jenisnya, yang diundang sebagai periset dari luar, atau yang ditawarin kerja setelah lulus S2 (lanjut S3) atau postdoc setelah lulus S3. Sisanya ada tawaran work permit untuk pekerjaan khusus lainnya macem petani/peternak dan sebagainya.

Jangan dibayangkan kaya petani/peternak di Indonesia hehe, disini yang udah skala industri begitu. Nah, buat yang dateng kesini karena kerja ini biasanya bisa apply untuk spouse visa, bawa anak istri atau anak suami untuk datang. Tapi ini aku bahasnya di bawah family reunification aja ya, karena jenis visanya sudah lain.

Yang datang kerja di Denmark ini suka kaget, sama PPH nya di sini. Gede banget, tapi utk expat yang cuman mau tinggal di sini max 7 tahun dapat keringanan pajak cuman 27% + kontribusi = 33%. Kalau stay lebih lama, harus bayar kekurangannya. Sekadar info saya bayar total pajak sekitar 48%.

Work permit atau visa kerja ini spesifik mengacu ke satu perusahaan saja ya, jadi kalau pas disini ternyata pindah kerja, ya harus bikin work permit dari awal lagi.

Nomer tiga: Menikah dengan warga negara Denmark atau warga negara asing asing lainnya, atau ikut suami atau istri ke Denmark. Yang ini nih yang paling banyak dibahas karena family reunification (nama kerennya) ini peraturannya berubah hampir tiap dua kali setahun.

Menikah dengan warga negara Denmark itu ngga menjamin kamu langsung bisa pindah kemari lho. Banyak syarat yang harus dipenuhi untuk bisa tinggal di Denmark, kalau nggak ya silakan tinggal di Indonesia atau negara lainnya yang membolehkan.

Syarat buat warga negara Denmarknya sendiri juga banyak, termasuk mereka harus menyediakan uang penjamin senilai 100.000 DKK (uang dikunci sampai si WNA dapat PR), harus punya apartemen seluas minimal 40 m2 dan nggak boleh tinggal di area rawan/ghetto (yang terakhir ini peraturan baru).

Untuk suami/istri asingnya, harus menikah/registered partnership secara legal, harus lulus tes bahasa level tertentu. Dua-duanya juga harus usianya di atas 24 tahun ya.

Setelah memasukan aplikasi ini biasanya juga belum tentu dapat lampu hijau, ada juga yang dapat lampu merah, misalkan gap (jarak) usia suami-istri di atas 10 tahun, atau ketika dicurigai pernikahannya nggak tulus alias proforma, bisa ditolak izin tinggalnya.

Apa itu pernikahan proforma? Pernikahan yang tujuannya untuk mendapatkan ijin tinggal, jadi motifnya sudah bukan motif ingin hidup bersama lagi. Kalau kantor imigrasi menilai pasangan tersebut tidak ada compatibility bisa distempel proforma dan ditolak aplikasinya.

Kalau menikah bukan dengan warga negara Denmar tapi warga negara Uni Eropa lainnya relatif lebih gampang, karena ini dijamin hukumnya oleh hukum Uni Eropa. Yang agak kurang logis memang lebih gampang menikah dengan warga negara Uni Eropa yang bukan warga negara di tempat situ.

Karena di situasi kaya gini, hukum Uni Eropa yang berlaku karena hukum family reunification di situ tidak berlaku lagi. Saya persisnya kurang tau soal menikah dengan warga negara Uni Eropa lainnya untuk dapat izin tinggal di Denmark, tapi dari yang saya dengar, tinggal apply menurut hukum Uni Eropa, langsung dapet izin tinggal 5 tahun.

Nah yang warga negara Denmark dan warga negaraasing ditolak aplikasinya biasanya juga bisa pake jalur sama, mereka pindah ke luar Denmark dulu (biasanya Swedia) setahun, lalu apply izin tinggal menurut hukum EU, lalu balik lagi ke Denmark dan apply pake hukum Uni Eropa, agak ruwet sedikit.

Nah untuk istri/suami yang mempunyai work permit/study permit disini, lebih gampang prosedur family reunificationnya. Pokoknya yang urusannya paling ruwet adalah ketika married dengan warga negara Denmark, selainnya itu family reunificationnya lebih gampang.

Soal family reunification anak, ini lebih susah lagi. Bolak balik ada kasus istri warga negar asing, suami warga negara Denmark, anak istri dari pernikahan terdahulu mau dibawa ke Denmark, bisa ditolak izin tinggalnya. Udah kejadian berapa kasus ini.

Seringnya ditolak karena udah dianggep ga bisa terintegrasi lagi (biasanya yang udah agak dewasa (sekitar 10 tahun keatas, kalau 16 tahun udah ga bisa ya), atau kalau jarak ibu/bapaknya datang ke Denmark sama anaknya datang ke Denmark lebih dari 2 tahun, udah pasti ditolak.

Ada artikel ini (bhs Danish), tentang anak usia 13 tahun yang dideportasi balik ke Thailand karena dianggap nggak bisa integrasi disni (padahal udah sekolah), ibunya menikah dengan warga negara Denmark dan bapaknya di Thailand, udah ga mau ngurusin lagi.

Nah itu kurang lebih cara berimigrasi ke Denmark menggunakan jalur yang biasanya ya. Yang keempat tentunya sebagai refugee, tapi karena twit ini audiensinya orang Indonesia dan Indonesia tidak (lagi) perang, jadi nggak valid alasannya buat orang Indonesia untuk apply asylum. (lagian jauh amat!)

Problematiknya sekarang apa? Seperti yang saya tulis di atas, Denmark ini agak-agak xenophobic sekali, mereka nggak suka sama orang-orang yang berbeda (warna kulitnya, agamanya, tradisinya) - reminds you of something? Kalau di CPH dan Aarhus mungkin lebih mending karena kota besar.

Tapi kalau di kota-kota kecil yang gak beragam warna kulitnya, bisa-bisa dilihatin, dicurigai, diomongin di belakang, begitulah dari yang saya denger (untungnya saya tinggal di CPH). Kebijakan-kebijakan politis mereka pun seperti ini, bikin kuping-kuping imigran macam saya panas kalau dengerin debatnya.

Perdebatannya klasik banget lah: Kalau imigran nggak punya pekerjaan dibilang malas. Kalau imigran punya pekerjaan dibilang mengambil alih kerjaan yang seharusnya diberikan kepada orang lokal. Maju salah mundur salah. Tendensi kaya gini ini sayangnya ada di semua negara Scandi.

Banyak juga mereka menyalahkan imigran-imigran dari Timur Tengah yang agamanya (isi sendiri) dan tradisinya berbeda sehingga berbenturan dengan penduduk lokal. Contoh : dalam mengasuh anak, ngga boleh pake kekerasan, bisa di hukum Denmark.

Sementara imigran-imigran dari negara-negara itu biasanya gampang ringan tangan dalam mendidik anak, belum lagi acara perjodohan/kawin paksa dan pemulangan anak ke negara asal dengan tujuan re-edukasi (yangg ternyata dikawinkan dengan sepupu jauh mereka).

Belum lagi laki-laki muda keturunan imigran-imigran tertentu ini suka jelalatan kalau ngeliat perempuan-perempuan sini berbaju mini (hayooo, mengingatkan apa ini) padahal mereka yang tinggal di Denmark, terus ujung-ujungnya berbuat kriminalitas seperti kekerasan seksual.

Banyak di Copenhagen masalah yang terkait dengan geng-geng yang saling tembak menembak di area Nørrebro (area imigran) yang ujung-ujungnya anggota gengnya biasanya keturunan imigran juga. Gimana orang lokal nggak kesal ya?

Kalau tanya orang lokal, mungkin mereka lebih suka sama imigran keturunan Asia, karena biasanya kita ngak banyak cingcong, kerja keras, dan nggak banyak bikin masalah, dan gampang terintegrasi. Tapi bikin peraturan kan gak bisa berdasarkan ras (rasis dong), jadi makanya diperketat untuk semuanya.

Saking banyaknya peraturan yang diperketat, si menteri integrasi sampe pamer kue di fesbuknya dia setelah habis memperketat dengan tambahan peraturan ke 50. Pemerintah Denmark juga berusaha untuk supaya pencari suaka tidak dateng karena mereka jenuh dengan tingkat kriminalitas ini.

Mulai dari pasang iklan di koran Yordan klo benefit disini nggak besar, sampe bikin aturan utk mengambil perhiasan yg dibawa pencari suaka. Nggak cuman itu, aturan untuk warga negara Denmark yang menikah dengan warga negara asing juga sekarang ditambah tidak boleh tinggal di area rawan/ghetto.

Ini halusnya mencegah orang-orang imigran untuk memperistri imigran lainnya karena yang biasa tinggal di ghetto ini orang imigran juga. Saya  mengerti kesalnya orang sini ngadepin imigran nakal yang tinggal di Denmark, tapi kalau debat politik di TV dan koran isinya tentang imigran itu jeleknya doang.

Kadang kuping saya juga panas lho, kadang kzl banget tinggal disini kalau sudah kaya gitu. Keknya imigran tuh ga ada bagusnya di mata orang sini. Pernah bos di kantor lama nyeletuk sambil baca koran "Ah imigran ini ambilin peluang kerja kita aja", lalu aku kasi pandangan laser ala Cyclops di X-men lalu dia diem. Untung dah pindah kerja.

Di kalangan ibu-ibu Indonesia yang tinggal di sini, sebenernya banyak yang di sini dah puluhan tahun tapi bahasa Danishnya bisanya cuman bisa bilang "Tak" (Thank you). Yang kaya gini bikin aku ikutan kesal. Kerja juga enggak, foya-foya duit suami doang, padahal suaminya kaya juga nggak.

Jadi saya sebagai imigran di sini ini kadang hatinya terbagi-bagi, antara kesel kalau ketemu orang rasis, baca berita/dengerin debat politik, dan kesel juga kalau lihat imigran lain yang kelakuannya seenak udel, suit-suitin cewek di jalan atau ibu-ibu yang kerjaannya arisan doang.


So, menjadi imigran itu nggak gampang, gak di Denmark, gak di negara lain. Harus kuat mental dan punya keberanian untuk belajar yang baru, harus open-minded dan gak gampang ngejudge orang. Inget, di mana langit dipijak disitu bumi dijunjung. Kamu jadi tamu juga tau dirilah.

Kalau kalian yang bermimpi menikah dengan warga negara Denmark terus mau dateng ke sini, bayangannya leha-leha tinggal di Eropa, forget it. Di sini semua dikerjain sendiri, belum frustrasi kalau ke supermarket, apa-apa nggak ngerti, baca koran pun gak bisa, dianggep orang lokal bego karena pesen roti di bakery pun nggak bisa.

Kalau mau ke sini sebagai mahasiswa, belajarlah yang bener, kalau kerja, ya yang bener, jangan bikin masalah. Begitu juga kalau menikah merit dengan warga sini. Belajarlah bahasa lokal, budaya lokal.

Carilah pekerjaan kalau misalkan jadi istri/suami orang, supaya gak terlihat kaya nadah duit (di sini malu lho gak punya kerja). Mau kamu tajir kaya apa, kecuali keluarga kerajaan, semua kerja. Bedanya, di sini kerja apapun nggak bakal dianggap remeh. Gak kaya di Indonesia yang diolok-olok. Asal halal pasti dihargai.

Sumber :  Tukang Insinyur (@SpicyQwin), 15 Oktober 2018.
Auto Europe Car Rental