Jalan-jalan ke Sulawesi Selatan, Ngapain Saja Ya?
Luas wilayah Sulsel 45.764,53 km². Pantai timur berawa serta air payau karena pengaruh pasang surut air laut. Punya bukit barisan yang cukup tinggi, misalnya puncak Gunung Seminung (1.964 mdpl), Gunung Patah (1.107 mdpl), Gunung Bengkuk (2.125 mdpl).
Saya, adek dan Ivan berkesempatan untuk jalan jalan ke Sulsel. Lumaya lama sih seminggu, dan karena males nyetir, alhasil ikut grupnya barengan trip. Jadinya, sudah terjadwal sejumlah destinasi yang dikunjungi. Saya ceritakan satu per satu ya.
1. Rammang Rammang
Kompleks Karst terluas ketiga se-Asia yang sangat hijau dan mentrigger decak kagum. Lokasinya ada di Kabupaten Maros, sekitar 1 jam dari Makassar. Ada beberapa dermaga yang bisa dijadiin start point buat naik perahu. Suasananya kayak di film James Bond.
Kalau sudah tiba di Dermaga Ujung, bisa jalan sedikit menyusuri sawah untuk melihat aktivitas masyarakat di sini. Bisa beli degan (kelapa muda). Kata guide saya, Rammang Rammang artinya remang remang. Kalau hujan kabut dan awannya tebal, maka disarankan untuk pagi kalau ke sana.
2. Leang Leang
Taman wisata yang banyak batunya. Sebenarnya, ada banyak handprints dan lukisan gua zaman prasejarah, tapi tidak dapat tereksplor banyak. Mungkin karena pengelolaannya kurang menguntungkan.
Beberapa tempatnya kurang dapat terakses oleh pengunjung seperti saya. Guide lokalnya tidak siap menghadapi pertanyaan seperti "Kalau dulu daerah Maros merupakan laut berarti ini pas zaman the Great Migration ya?" Jadi, ya jangan terlalu berharap banyak juga sih.
3. Tanjung Bira
Lokasi ini adalah my Favorite so far. Sayang, banget sih kalau ke Bira kamu tidak snorkeling. Soalnya, airnya jernih banget. Di beberapa spot, memang agak kotor. Ada sampah yang terbawa ombak, dari ladang rumput laut. Tapi overall asyik dan memuaskan kok.
Cantik banget kaaaan hehehe. Temuan biota lautnya juga beragam walaupun saya tidak paham spesiesnya satu per satu. Cuman distinguishable banget.
Di Tanjung Bira, ada Tebing Appalarang yang panoramik, sayang sekali, waktu ke sana abis hujan, jadi sunsetnya tidak kelihatan. Ada pier kecil di bawah. Kamu yang lagi kasmaran dapat nongkrong di situ.
Buat kamu yang mau ke Tanjung Bira, ada satu hal yang perlu diperhatikan: Lodging. Menurut saya, lodgingnya cukup mahal. Dengan estimasi Rp 400.000/malam, cuma dapat bed + AC, kamar mandi seadanya (kloset jongkok + ember).
Ya, ada sih yang lummayan bagus tapi kebanyakan jauh dari pantai.Kalau mau ke sisi yang lebih santai dan tidak terlalu banyak turis, mungkin bisa mencoba ke Pantai Bara (sisi Bira sebelah satunya). Kalau mau mampir ke Tana Beru buat melihat workshop Pinisi bisa juga.
Tapi, lagi-lagi, sayang sekali, tidak ada guide lokalnya. Jadi, mau tanya-tanya juga, saya tidak tahu, harus tanya kepada siapa. Untung guide dari tempat saya ikut trip ini, lumayan paham tentang tahap pembuatan Pinisi.
4. Tana Toraja
Nah, kalau mau jalan dari Bira ke Toraja, mesti kuat bokong. Wouw, 13 jam perjalanan. Di Tana Toraja, ada peraturan harus menggunakan guide lokal. Soalnya, wisatanya ya wisata budaya, jadi perlu pemahaman konteks yang baik.
Oh ya, dalam perjalanan Bira-Toraja, ada Gunung Nona. Bentuknya menyerupai.... (cek sendiri gambarnya ya). Di sini suka jadi spot istirahat turis.
Tempat pertama yang dikunjungi di Toraja adalah: Kete' Kesu. Sebuah perkampungan (saya tidak tahu namanya), yang di belakangnya ada makam. Di Kete' Kesu ini bisa meliat struktur Tongkonan dan filosofi di baliknya.
Jalan ke belakang sedikit, ada beberapa ahli ukir yang menghasilkan karya dengan kualitas luar biasa. Kalau memang mau beli replika tongkonan kayu, saran saya, beli di sini saja. Kualitasnya kentara dibanding di Somba Opu.
Nah, ini, melipir belakang sedikit, pekuburannya mulai kelihatan. Ada yang sudah modern, tapi sisa-sisa leluhur yang berupa peti, baik diletakkan atau digantung, masih banyak. Ada gua yang tidak terlalu dalam. Kita bisa masuk.
Guide saya bilang, kalau ada peti yang keropos atau jatuh, buat dirapikan lagi harus menunggu jadwal Ma'Nene-nya, yaitu jadwal untuk mengganti baju mayat yang sudah dimumifikasi. Biasanya, Agustus-September dan di tanggal itu, turis mancanegara ramai banget.
Tidak jauh dari situ, ada objek wisata Bori Kalimbuang. Mirip-mirip sih, wisata makam juga. Bedanya di sini, yang jadi makam adalah sebuah pohon besar, dilubangi (untuk bayi) agar jenazahnya menjadi satu dengan pohonnya. Filosofinya biar kembali dirawat oleh mother nature gituuu.
Untuk yang dewasa, makamnya di sebuah batu besar yang dipahat. Ada situs pemakaman bernama Tebing Londa. Mungkin keliatannya kayak tebing biasa, tapi kalau diliat baik baik, setiap gua dan lubang merupakan makam.
Makin tinggi posisinya, makin sulit memasukan petinya, makin tinggi juga status sosial jenazahnya. Ada yang diangkat, ada yang dikatrol, dan sebagainya.
Di Tebing Londa, ada patung kayu yang menjadi 'avatar' jenazah. Biasanya, terbuat dari pohon nangka, yang merah kayunya, biar warnanya tahan lama. Ada gua dan cukup dalam buat ditelusuri. Guide saya mengizinkan saya berfoto dengan tulang yang ditata di situ.
Oh iya, di Bori, terutama di bagian depannya, ada tongkonan dan beberapa batu besar untuk ritual pekuburan. Bagi orang Toraja kematian lebih dirayakan dibanding pernikahan.
Konon, kalau ada anggota keluarga yang meninggal, anggota keluarganya tak langsung dikubur karena masih dianggap 'sakit'. Anggota keluarga baru dianggap meninggal kalau keluarga sudah sanggup untuk melepas dengan perayaan (yang lumayan besar).
5. Lemo
Ini tempat paling artistik sih menurut saya. Lemo ini adalah tebing yang dipahat menjadi tempat pekuburan dan ada "Avatar"nya. Tertata rapi kotak-kotak dan baju avatarnya rutin diganti setiap Ma'Nene.
Di Lemo ini. ada artist yang bikin Avatar buat suvenir dan boleh dibawa pulang. Kalau kata guide, Avatar ini berkembangnya zaman sebelum ada fotografi dan teman-temannya jadi turunan-turunannya, bisa tahu wujud leluhurnya seperti apa.
Jadi, tentu tidaklah lengkap kalau jalan jalan ke Toraja tapi tidak coffee tasting. Tempat yang disambangi kali ini, adalah Kaa (Kopi dalam bahasa Toraja). Awan-Sapan, dua-duanya mantap.
Saya tidak berkesempatan buat ke Negeri di Atas Awan, padahal katanya bagus banget. Namanya juga ikutan open trip.
Oh ya, buat kamu yang muslim, memang agak susah mencari makan di Rantepao (tidak tahu kalau menginapnya di Makale), tapi ada sih warung ayam geprek yang jual makanan halal. Bakso babi banyak banget.
Buat Lodging, Toraja jauh lebih bersahabat dibanding Bira , tapi kalau lagi Ma'Nene, saya tidak berani jamin.6. Makassar
Selanjutnya ke Makassar untuk.... Makan makan. Sebelum makan, ke Fort Rotterdam. Masuknya gratis memang, tapi saran saya, mending bayar guide biar paham sama sejarah benteng yang bentuknya kayak kura-kura ini.
Exhibitnya lumayan banyak dan guidenya bisa ditanya tanya. Bahkan saya dapet guide orang Palue, yang bisa jelasin rivalitas Makassar-Bugis dan hubungannya dengan pemberontakan Aru Palaka), dari sejarah benteng, naskah La Galigo, sama properti pernikahan Bugis.
Sumber : self-proclaimed fuckboy (@fuckboytobat), 11 Februari 2019.