Murwakala Candi Kidal: Ritual Pembersihan Diri Warga Hindu di Tumpang
Murwakala Candi Kidal, begitulah tradisi itu, yang telah berlangsung, Minggu, (14/7/2019). Sejumlah warga lain menyaksikan dari tepian area candi. Beberapa orang yang sebelumnya mengendarai kendaraan, sejenak berhenti untuk melihat.
Tari Garudeya mengawali tradisi Murwakala Candi Kidal. Setelah itu, tetua memotong rambung anak remaja hingga akhirnya prosesi larung sesaji hasil bumi.
Tarian ini selalu menjadi pembuka ruwatan untuk mengingatkan warga tinggal di sekitar candi, dan masyarakat Indonesia, sejahtera, damai, hidup makmur dan bersatu.
Terlihat hadir, Nayaka Praja atau birokrat setempat, dalam hal ini, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, Made Arya Wedanthara.
Bahkan, Made berkesempatan masuk candi sedangkan warga lain menunggu di bawah. Konon, yang boleh masuk candi hanyalah 'raja', entah itu dirajakan warga atau oleh pemerintah lewat SK menjadi pimpinan.
Kembali ke soal makna ritual, Panitia Pelaksana Murwakala Candi Kidal, Bambang Supomo menuturkan, makna ritual itu menyucikan kembali pemikiran (lambang potong rambut), biar bersih.
Candi Kidal berdiri sebagai bentuk penghormatan kepada Raja Anusapati. Candi ini dibangun agar Sang Raja mendapat kemuliaan sebagai Syiwa. Lokasinya, 20 km, arah timur Kota Malang.
Bangunan mulai terlihat kokoh pada 1248 Masehi, setelah upacara pemakaman 'Cradha' untuk Anusapati. Relief Garudeya pada tubuh Candi Kidal merupakan amanat dari Raja Anusapati.
Pilihan WaniMbambung
- Ini 5 Ide Seru Menunggu Waktu Buka Puasa ala Pokémon GO: Mulai Takjil Hunting hingga Mabar
- The Flying Cloth, Perjalanan Merdi Sihombing Menyatukan Tradisi dan Masa Depan
- Warga Desa Gondangmanis Rebutan Gunungan Jambu Darsono
- Dari Piksel ke Petualangan Nyata: Jelajahi Selandia Baru di Minecraft dan Kunjungi Secara Langsung
Tepat pada sisi selatan, timur dan utara. Pahatan itu mengisahkan Garuda membebaskan ibunya (ibu Anusapati yakni Ken Dedes) dari perbudakan.
Candi Kidal merupakan tempat pemujaan paling tua di Jawa Timur setelah pemerintahan Airlangga (11-12 M) dari Kerajaan Kahuripan dan raja-raja Kerajaan Kediri (12-13 M), hanya meninggalkan Candi Belahan dan Jalatunda.
Kedua candi itu bukan untuk pemujaan, tapi lebih sebagai petirtaan atau tempat pemandian. Candi Kidal merupakan salah satu candi warisan Kerajaan Singasari.
Secara arsitektur, Candi Kidal mengalami pemugaran tahun 1990. Jalanan menuju lokasi susdh bagus setelah beberapa tahun rusak barat. Lingkungannya asri karena banyak pohon besar dan rindang.
Ciri khas Candi Kidal antara lain, berbahan batu andesit dan berdimensi geometris vertikal. Kaki candi tampak agak tinggi karena tangganya tidak terlalu lebar, seolah bukan tangga masuk candi.
Badan candi lebih kecil dibandingkan luas kaki. Dari kejauhan, atapnya memberi kesan ramping. Pada bagian kaki dan tubuh candi, ada hiasan medalion serta sabuk melingkar dan menghiasi badan candi.
Kepala kala di setiap bilik candi berasal dari pahatan. Kala, salah satu aspek Dewa Siwa dan umumnya dikenal sebagai penjaga bangunan suci. Hiasan kepala Kala terkesan seram karena melotot, plus dua taring. (*)