Strategi Melewati Random Check di Imigrasi Jepang (1)
Penumpang penerbangan Air Asia sore itu dipilih untuk random check, sebuah rutinitas imigrasi. Enam orang, aku di antaranya diarak menuju finger scan biometrik.
Setelah mengambil paspor dan data kami, petugas imigrasi meminta kami mengikuti ke ruangan. Di dalam ruangan berukuran 6x4 meter, kami diminta duduk menunggu. Ruangan screening.
Positif! Hatiku berkata, aku kena random check. Hal yang sangat aku khawatirkan terjadi, dan terjadi. Enam orang itu, 3 rombongan, 3 sendiri sendiri.
Aku termasuk dalam 3 orang yang jalan sendiri. Semuanya dari Indonesia, masih muda dan produktif. Sekitar 15 menit kemudian bapak itu kembali memanggil kami satu per satu.
Kami diminta membawa dokumen pendukung untuk di bawa ke ruangan lain, 20 menit berlalu, salah satu dari 3 orang rombongan itu kembali.
Bahasa tubuhnya kecewa, wajahnya murung. Gimana? Tanyaku. "Di minta balik besok pagi ke Indonesia jawabnya lemah. OMG.. Deportasi!
Orang kedua, ketiga, keempat dan kelima, saat kembali semuanya sama. Diminta balik besok ke Indonesia. Semua dideportasi! Mulailah berdebar ini hati, namaku tak kunjung dipanggil. Bermacam pertanyaan berkelebat, aku tak juga dipanggil.
"Tadi ditanya apa saja? Tanyaku pada 3 org rombongan itu. "Anu Mas.. Ini itinerarinya katanya bukan jalur wisata kebanyakan, itin kami dari Osaka mau ke Nagasaki, terus ke Tokyo, balik lagi ke Osaka" jawabnya. Padahal hotel sudah full payment, JR pass 7 hari, tiket balik lengkap."
Tambah bergetar hati ini, suara debarannya makin membuat ngilu gigi, mengingat hotelku hanya di Osaka dan Tokyo saja yang full payment. Kyoto bayar di tempat dan Kawaguchi belum dipesan.
"Itu pake paspor biasa atau e passport"? E-passport Mas jawabnya. Yes! Di sini aku sedikit berharap, pasporku biasa, dan visaku, kunjungan sementara. Mungkin ini kenapa aku tak kunjung dipanggil, mereka masih menimbang nimbang ku jawab sendiri pertanyaan hiburan itu.
"Terus sudah ke negara mana saja? Kami berdua baru ke Jepang ini saja, belum ada stempel. Kalau dia sudah ke Singapura dan Malaysia, jawabnya sembari menunjuk temannya yang di ujung.
Kupalingkan pandangan ke jam dinding Waktu. Sudah berlalu 1 jam 30 menit dari pertama kami di sandera. "Sudah habis berapa itu semua? Book hotel sama JR pass? 11 juta mas. Apah! 11jt dan ditolak masuk. "Uang bawa berapa? Kejarku penasaran. Masing masing ¥65.000 jawabnya.
Pintu kaca itu terbuka, seorang wanita paruh baya duduk memegang kertas, rok pendek. Kakinya dibalut stocking hitam. Hak sepatunya tajam menginjak lantai. Sorot matanya interogatif, menoleh ke tas kami, mencatat, menoleh lagi mencatat lagi begitu seterusnya.
Kami diam dalam kebisuannya. Mungkin merasa cukup, dia keluar dan berbicara pada petugas yg berjari sakti tadi, yang menghentikan langkahku. (sumber : WAG)